Jumat, 15 Mei 2009

WELCOME TO MY BLOG

My Idol "Criss Angel"

nge fans juga ama bang criss...

liat abang criss di www.crissangel.com

ada musicnya lho... keren...







SELAMAT DATANG DI BLOG Q............

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA/SMK BERDASARKAN KURIKULUM

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Berdasarkan Kurikulum 2004


Standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2004 Sekolah Menengah Atas (SMA) berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Kurikulum ini diarahkan agar siswa terbuka terhadap beraneka ragam informasi yang hadir di lingkungan sekitar dan dapat menyaring yang berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan siswa menyadari akan eksistensi budayanya. Dengan standar kompetensi ini diharapkan:

1. Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri;

2. Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan beraneka ragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya;

4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di sekolah;

5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia; dan

6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah (Depertemen Pendidikan Nasional, 2003:5).

Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA terdiri atas dua aspek, yaitu aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa dan bersastra masing-masing terbagi atas sub aspek, yaitu “mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis” (Depertemen Pendidikan Nasional, 2003:7).


1. Kemampuan Berbahasa

1) Mendengarkan

Berdaya tahan dalam berkonsentrasi mendengarkan berbagai konteks sampai dengan seratus dua puluh menit dan mampu memahami dan peka terhadap gagasan atau tanggapan, pandangan, kritikan, dan perasaan orang lain secara lengkap dalam berbagai bentuk wacana lisan yang berupa uraian, khotbah, pidato, ceramah, dialog, dan film serta mampu memberikan pendapat dan penilaian.

2) Berbicara

Berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, meyakinkan orang lain, memberi petunjuk, menjelaskan suatu proses secara rinci, mengaitkan berbagai peristiwa, berekspresi dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan, yang berupa seminar, diskusi, maupun ceramah.

3) Membaca

Membaca dan memahami berbagai jenis wacana atau teks, menganalisis informasi, gagasan, memberikan komentar, menyeleksi dan mensintesiskan informasi dari berbagai sumber, baik secara tersurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan.

4) Menulis

Menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan, baik fiksi maupun nonfiksi dalam berbagai konteks dan tujuan dengan menggunakan kosakata yang bervariasi dan efektif untuk menimbulkan efek dan hasil tertentu.

2. Kemampuan Bersastra

1) Mendengarkan

Mendengarkan, memahami, menanggapi, dan mengapresiasi ragam karya sastra berupa puisi, prosa, dan drama baik karya asli maupun saduran atau terjemahan, sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

2) Berbicara

Membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra berupa puisi, prosa dan drama, sebagai upaya untuk mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya.

3) Membaca

Membaca dan memahami berbagai teks bacaan sastra malalui membaca dan menganalisis berbagai jenis dan ragam karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara tepat.

4) Menulis

Mengekspresikan karya sastra yang diminati, baik puisi, prosa, dan drama dalam bentuk karya sastra tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca (Depertemen Pendidikan Nasional, 2003:8-10).




Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK Berdasarkan Kurikulum 2004

Pada kurikulum 2004 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pelaksanaan pembelajaran dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
1. Kegiatan Kurikuler
10Kegiatan kurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan susunan program, ditujukan untuk mengembangkan kompetensi peserta diklat (siswa) sesuai dengan bidang keahliannya. Kegiatan kurikuler dilakukan melalui kegiatan pembelajaran diklat secara terstruktur sesuai dengan program kurikulum.
2. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan diklat di luar jam yang tercantum pada susunan program. Kegiatan ekstra kurikuler ditujukan untuk pengembangan bakat dan minat serta untuk memantapkan pembentukan kepribadian siswa, antara lain dapat berupa: kepramukaan, usaha kesehatan sekolah, olahraga, palang merah, kesenian, dan kegiatan lainnya. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan keadaan sekolah. Kegiatan kegiatan tersebut dimaksudkan untuk lebih mengaitkan antara kompetensi yang diperoleh pada program kurikuler dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
Pola penyelenggaraan pendidikan di SMK dirancang bersifat fleksibel, bisa mengakomodasi kekurangan sarana-prasarana dan SDM sekolah dalam kaitan dengan pencapaian kompetensi kerja, mampu mengatasi kesenjangan dengan persyaratan dunia kerja, serta mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik.
Untuk menjamin terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efisien dan efektif, SMK menyelenggarakan bimbingan dan penyuluhan kejuruan bagi peserta didik. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kejuruan pada dasarnya merupakan bentuk layanan untuk mengungkapkan, memantau dan mengarahkan kemampuan, bakat, dan minat peserta didik selama proses pembelajaran di SMK dan membantu mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMK berdasarkan kurikulum 2004, masih terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Menengah Pertama, yang meliputi empat aspek, yaitu (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Namun dalam penyajian di Sekolah Menengah Kejuruan maupun di Sekolah Menengah Atas, lebih spesifik dan mendalam lagi. Keempat aspek tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Mendengarkan
Dalam aspek menyimak, siswa dituntut untuk dapat mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaan orang lain dalam berbahasa dalam bentuk wacana lisan serta berapresiasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan hasil cerita. Kegiatan mendengarkan perlu diwujudkan dalam kegiatan tertentu, misalnya mendengarkan kaset, radio atau mendengarkan seseorang membacakan teks tertentu, menguraikan cerita atau menjelaskan sesuatu secara lisan. Kegiatan seperti ini perlu dibatasi waktunya, misalnya lima menit. Disamping kegiatan ini memiliki tujuan yang jelas dan terarah, yaitu untuk menguji pemahaman siswa. Setelah tujuan ditetapkan, siswa perlu diuji pemahamannya dengan menjawab pertanyaan, mengungkapkan kembali isi bacaan. Kegiatan mendengarkan harus memiliki daya konsentrasi penuh, karena dengan demikian informasi akan dapat diserap dengan baik.
2. Berbicara
Berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada berbagai teman bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan serta berapresiasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan melisankan hasil sastra. Kegiatan berbicara yang dikembangkan di kelas seperti bentuk kegiatan yang dibuat bersuasana resmi atau formal, misalnya dalam bentuk diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan atau pendapat, berpidato, menceritakan kembali secara lisan, sehingga dapat memunculkan pemakaian bahasa Indonesia yang baku. Kagiatan berbicara bertujuan melatih keberanian anak, belajar mengemukakan pendapatnya di depan orang banyak.
3. Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis wacana baik secara tersurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan serta berapresiasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan membaca hasil sastra. Ada tiga cara untuk membaca, yaitu membaca mendalami, membaca cepat, dan membaca memindai. Pada kegiatan membaca mendalami bertujuan menangkap isi teks secara mendalam, siswa perlu membaca teks secara pelan-pelan dan perlu melakukan pembacaan berulang-ulang. Pada kegiatan cepat dengan tujuan menangkap garis-garis besar atau hal-hal yang nampak di permukaan. Waktu yang diberikan perlu dibatasi. Pada kegiatan ini hal yang perlu diperhatikan adalah membaca mundur (membaca ulang). Kegiatan membaca memindai siswa perlu dilatih untuk menggelakkan mata secara melompat-lompat untuk mencari kata atau rentetan kata tertentu yang diperlukan. Setelah rentetan kata tertentu ditemukan, tatapan mata terkunci untuk memahami isinya. Salah satu contoh teks untuk kegiatan membaca seperti ini ialah membaca kamus.

4. Menulis
Menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks serta beradaptasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan menulis hasil sastra. Pada kegiatan menulis, siswa dituntun menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan yang rapi dan jelas, menulis karangan sederhana, teks percakapan, surat pribadi dan surat resmi dengan memperhatikan tujuan dengan menggunakan ejaan dan tanda baca serta kosa kata yang tepat. Kemampuan menulis diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan untuk dapat mengerti bahan yang diajarkan, seseorang harus mengalami beberapa tahapan sehingga siswa dapat menerima bahan yang diajarkan dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya.

MEDIA PEMBELAJARAN

Media Pembelajaran

Mengenai definisi media pendidikan di sini, para ahli memberikan batasan yang berbeda-beda, terlebih lagi dengan media pembelajaran di sekolah. Untuk itu, penulis mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli untuk menopang pengertian dalam pembahasan media pada tulisan ini.
Hamalik (1994:31) menyatakan, “media adalah setiap alat (baik hardware maupun software), metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan ko-munikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”. Dalam definisi tersebut, beliau menekankan pada alat dan metode yang mengaktifkan komunikasi antar guru dan murid, artinya media yang dimaksudkan di sini adalah media pendidikan.
Sementara itu Sadiman, dkk (1990:6) menyatakan “media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar”. Ini berarti bahwa di samping media sebagai alat, media juga bermanfaat sebagai perangsang siswa untuk belajar.
Di samping berupa alat, media pendidikan ada juga yang berupa metode, teknik seperti yang disampaikan oleh Hamalik (1994:23), menyatakan bahwa “Media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.” Jadi, Hamalik di sini menekankan pada metode dan teknik yang dipergunakan sebagai alat dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan media dalam penelitian ini adalah metode atau teknik, yang dimaksud di sini adalah bagaimana caranya agar siswa lebih tertarik untuk menulis atau membuat karangan deskripsi dengan gerak-gerik yang menarik ataupun dengan menggunakan alat lain seperti media audiovisual.
Untuk lebih mudah mengenal tentang media pendidikan, pada bagian ini disampaikan ciri-ciri media pendidikan. Hamalik (1994:22) menyatakan bahwa ciri-ciri umum media pendidikan adalah sebagai berikut.

1. Media pendidikan identik artinya dengan keperagaan yang berasal dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, dan didengar serta dapat diamati melalui panca indra kita. Panca indra yang digunakan dalam penelitian ini adalah indra pendengaran, karena media rekaman (tape recorder) hanya bisa didengar.
2. Tekanan utama terletak pada benda-benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan didengar.
3. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan atau komunikasi dalam pembelajaran, antara guru dan siswa. Media di dalam kelas misalnya media rekaman, media di luar kelas misalnya media rekaman alat-alat olahraga seperti bola, rumah-rumahan, dan sebagainya.
4. Media adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
5. Berdasarkan ciri (3) dan (4), maka pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu ‘perantara” (medium) dan digunakan dalam rangka pendidikan.
6. Media pendidikan mengandung aspek-aspek sebagai alat dan teknik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode pembelajaran.

Dengan melihat ciri-ciri media pendidikan di atas, dapat diketahui dengan jelas bahwa media pendidikan adalah suatu alat (alat peraga), teknik, cara, yang merupakan alat bantu dalam berkomunikasi atau menyampaikan pelajaran dari guru kepada murid dalam upaya meningkatkan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, sehingga dengan ciri-ciri media ini guru dapat menentukan format media yang dapat digunakan agar menarik untuk mengajarkan materi kepada siswa tanpa biaya yang mahal.
Adapun kriteria pemilihan media didasarkan pada:
1. Tujuan instruksional, yaitu tujuan khusus untuk membantu proses pembelajaran.
2. Validitas yaitu harus relevan dengan materi dan tujuan.
3. Kualitas visual (dapat dilihat).
4. Kualitas pandangan maksudnya enak dipandang mata.
5. Ciri-ciri merespon artinya dapat merespon siswa dan merangsang siswa belajar.
6. Program yang terstruktur artinya adanya sistematika sajian.
7. Kesesuaian dengan kehendak siswa artinya media tersebut sesuai dengan selera siswa sehingga menyenangkan.
8. Ketepatan waktu artinya sesuai dengan alokasi waktu (tidak menyita waktu).
9. Karakter siswa artinya sesuai dengan kondisi instrinsik siswa seperti hobi, dan tingkah laku.
10. Mudah diperbaiki artinya bila alat rusak tiba-tiba, guru/siswa mudah memperbaikinya.
11. Nilai praktis artinya bisa di bawa kemana-mana.
12. Ketersediaan artinya media tersebut mudah diperoleh.
13. Keusangan artinya alat tersebut tidak basi melainkan up to date.
(Rumampuk, 1988:19-21).

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pemilihan media audiovisual sebagai media dalam pembelajaran mengarang sekalipun tidak memenuhi semua kriteria di atas, namun dari beberapa kriteria cukup memenuhi. Oleh karena itu, cukup beralasan jika media audiovisual (komputer) digolongkan sebagai media pendidikan, yang tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Prinsip Umum Media Pendidikan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa agar media ini benar-benar efektif membantu dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan, media yang telah tepat dipilih hendaknya digunakan dengan cara yang tepat pula.
Setiap media memiliki keterbatasan dan kekuatan serta kesukarannya masing-masing. Ketidaksamaan itu berakibat pada ketidaksamaan pula pada cara penggunaannya. Hamalik (1994:3) menyebutkan bahwa secara khusus ada hal-hal yang prinsip dalam penggunaan media pendidikan, yakni:
1. Tidak ada media pendidikan yang dapat merupakan media tunggal dan dipakai untuk mencapai semua tujuan pendidikan. Media tertentu lebih cocok untuk mencapai tujuan tertentu, dalam kondisi tertentu, mata pelajaran tertentu, serta untuk murid tertentu pula. Jadi, tidak ada satu media yang dapat digunakan pada semua model pembelajaran.
2. Tidak ada media pendidikan yang dapat menggantikan guru 100%. Artinya tidak ada media yang penggunaannya tanpa bimbingan dan arahan guru.
3. Media adalah bagian integral dari proses belajar mengajar. Media membawa pesan tersendiri yang mencapai efek-efek tertentu pada siswa bukan sekedar alat. Artinya bukan alat yang berupa benda mati belaka melainkan alat yang mampu membangkitkan minat belajar siswa.
4. Penggunaan media bukan hanya sekedar selingan tetapi harus mempunyai tujuan yang menyatu dengan pelajaran yang bersangkutan. Artinya penggunaannya bermakna untuk membantu pencapaian tujuan.
5. Media hendaknya digunakan secara bervariasi dan berimbang. Tidak ada media yang harus dipakai dengan meniadakan yang lain. Maksudnya adanya keseimbangan penggunaan media dengan komponen pembelajaran yang lain.
6. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar menuntut partisipasi siswa. Tanpa partisipasi aktif yang dipersiapkan sebelum dan sesudah penggunaan media, hasil belajar yang diperoleh tidak akan memuaskan.
7. Penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus akan membingungkan siswa. Peningkatan multi media, tidak berarti segala macam media digunakan serentak. Maksudnya media yang digunakan hendaknya diseleksi dan disesuaikan dengan alokasi waktu dan cakupan materi.
8. Adapun bentuk media yang akan digunakan harus dipersiapkan secara matang. Artinya media yang digunakan disesuaikan dengan waktu, materi, dan mampu menggunakan media tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa untuk dapat menggunakan media dengan baik dalam proses belajar mengajar dituntut pengetahuan khusus tentang prinsip umum penggunaan media. Dengan demikian, penggunaan media dalam penelitian ini berpegang pada prinsip di atas.
2. Macam-Macam Media
Rumampuk (1988:40-43) mengemukakan bahwa ditinjau dari jenisnya, media dibagi menjadi beberapa bagian: (1) media auditif, (2) media visual, dan (3) media audiovisual. Berikut ini diuraikan satu persatu.
1. Media Auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, casette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan pada daerah pendengaran.
2. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbul yang bergerak seperti film bisu atau film kartun.


3. Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media ini dibagi lagi ke dalam: (a) audiovisual diam, dan (b) audiovisual gerak.
a. Audiovisual diam, yaitu jenis media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara.
b. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan radio-cassette.
Pembagian lain dari media ini adalah: (a) audiovisual murni, dan (b) audiovisual tidak murni.
a. Audiovisual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari suatu sumber seperti film video-cassette.
b. Audiovisual tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa siswa yang memiliki tipe tanggapan lewat mendengar lebih cocok digunakan media auditif. Media visual cocok digunakan untuk siswa yang memiliki tipe tanggapan lewat indra penglihatan. Media audiovisual digunakan untuk siswa yang memiliki tipe tanggapan penglihatan maupun pendengaran. Dengan demikian, siswa dapat terbantu oleh media yang digunakan dalam pembelajaran.
3. Variasi Media dan Bahan Pengajaran
Tiap anak didik mempunyai kemampuan indra yang tidak sama, baik pendengaran maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang lebih senang membaca, ada yang lebih suka mendengarkan dulu, kemudian menulis di papan tulis dilanjutkan dengan melihat contoh konkrit.
Ada tiga komponen dalam variasi penggunaan media, yaitu media pandangan, media dengar, dan media taktill. Bila guru dalam menggunakan media bervariasi dari satu ke yang lain, atau variasi bahan ajar dalam satu komponen media, akan banyak sekali memerlukan penyesuaian indra anak didik yang nantinya membuat perhatian anak didik menjadi lebih tinggi, memberi motivasi untuk belajar, mendorong berpikir, dan meningkatkan kemampuan belajar. Guna memudahkan pemahaman mengenai media pandang, media dengar, dan media taktill ini dapat diikuti uraian berikut.

1. Variasi Media Pandang
Penggunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat dan bahan ajar khusus untuk komunikasi seperti buku, majalah, globe, peta, majalah dinding, film-film strip, TV, komputer, radio, recorder, gambar grafik, model, demonstrasi, dan lain-lain. Penggunaan yang lebih luas dari alat-alat tersebut akan memiliki keuntungan sebagai berikut.
1. Membantu secara konkrit konsep berpikir dan mengurangi respon yang kurang bermanfaat.
2. Memiliki secara potensial perhatian anak didik pada tingkat yang tinggi.
3. Dapat membuat hasil belajar yang riil yang akan mendorong kegiatan mandiri anak didik.
4. Mengembangkan cara berpikir berkesinambungan, seperti halnya dalam film.
5. Memberikan pengalaman yang tidak mudah dicapai oleh alat yang lain.
6. Menambah frekwensi kata, lebih dalam dan variasi belajar.

2. Variasi Media Dengar
Pada umumnya dalam proses belajar mengajar di kelas, suara guru adalah alat utama dalam komunikasi, dan ini telah pernah disinggung. Variasi dalam penggunaan media dengar memerlukan situasi saling bergantian atau kombinasi dengan media pandangan dan media taktill. Sudah barang tentu ada sejumlah media dengar yang dapat dipakai untuk itu di antaranya ialah pembicaraan-pembicaraan anak didik, rekaman bunyi dan suara, rekaman musik, rekaman drama, wawancara, bahkan rekaman suara ikan lumba-lumba yang semuanya dapat memberikan relevansi dengan pelajaran.

3. Variasi Media Taktill
Komponen terakhir dari keterampilan menggunakan variasi media dan bahan ajaran adalah penggunaan media yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan ajaran. Dalam hal ini akan melibatkan anak didik dalam kegiatan penyusunan atau pembuatan model, yang hasilnya dapat disebut sebagai “media taktill”. Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara individu ataupun kelompok kecil. Contoh: Dalam bidang studi sejarah dapat membuat model desa zaman Majapahit; dalam bidang studi geografi dapat membuat model lapisan tanah; mengumpulkan berbagai jenis mata uang logam contoh untuk bidang studi ekonomi.
Variasi Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi media pandang dan dengar (audiovisual), yaitu dengan menggunakan komputer.

4. Media Audiovisual
Setelah dibicarakan secara umum mengenai media pendidikan, maka pada bagian ini dibicarakan secara spesifik tentang media audiovisual. Sesuai dengan judul tulisan ini yaitu menggunakan media audiovisual sebagai alat bantu, maka hal-hal yang berhubungan dengan media audiovisual dipaparkan di bawah ini.
Nababan (1983:206) mengemukakan bahwa media adalah “Segala alat yang dapat digunakan oleh guru dan pelajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditentukan.” Alat atau media ini terdiri dari media yang komersial (diperjualbelikan) atau yang dapat dibuat sendiri seperti gambar. Alat juga dapat dibagi menjadi alat yang didengar (audiotory), alat yang dilihat (visual), serta alat yang didengar dan dilihat (audiovisual).
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media ini dibagi lagi ke dalam: (a) audiovisual diam, dan (b) audiovisual gerak. Audiovisual diam, yaitu jenis media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara. Sedangkan audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti televisi, film suara (VCD), dan radio-cassette.
Pembagian lain tentang media ini adalah: (a) audiovisual murni, dan (b) audiovisual tidak murni. Pada audiovisual murni, baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari suatu sumber seperti film video-cassette. Lain halnya dengan audiovisual tidak murni yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.
Membuat karangan deskripsi dengan media yang dimaksudkan di atas berarti media audiotory seperti radio dan tape, kemudian visual seperti slide, dan audiovisual yang berupa televisi, film, VCD, komputer, dan lain-lain. Berarti masih bersifat umum, sedangkan yang perlu penulis bahas di sini adalah media secara khusus yang dapat dilihat dan didengar, yaitu media audiovisual dengan menggunakan komputer. Penulis menggunakan media audiovisual berupa komputer ini karena sekolah tempat penulis meneliti didukung oleh adanya fasilitas media komputer, seperti ruang lab komputer untuk praktek para siswa khususnya siswa jurusan teknologi informasi.
Kebaikan-kebaikan dalam menggunakan media pendidikan berupa komputer adalah sebagai berikut.
1. Fungsi berpikir siswa lebih dirangsang secara bebas dan dinamis.
2. Lebih membangkitkan minat siswa dan perhatian anak dapat dipusatkan kepada suatu peristiwa atau keadaan.
3. Informasi yang disampaikan lebih jelas dan lebih lengkap karena disajikan dengan efek grafis dan audio yang menarik.
4. Pengajaran bisa diberikan dengan bervariasi sehingga memungkinkan hasil yang diperoleh akan lebih baik.
5. Kemungkinan guru bisa menyelesaikan pekerjaan lain sesuai dengan skala prioritas.
6. Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan.
Sedangkan di samping kelebihan tersebut, penulis juga kemukakan kelemahan daripada penggunaan media komputer, yaitu sebagai berikut.
1. Bila dibandingkan dengan media grafis seperti gambar dan foto, ataupun media audio seperti tape-recorder, maka media audiovisual berupa komputer lebih mahal biayanya, karena memerlukan perawatan yang cukup banyak.
2. Kemungkinan guru hanya sebagai pengamat atau pemberi informasi saja.
3. Kemungkinan adanya kesempatan anak yang nakal mengganggu teman yang lainnya.
4. Media komputer sangat tergantung oleh daya listrik. Jadi, tanpa adanya daya listrik tersebut media ini tidak bisa dimanfaatkan.
Namun, apabila kita bandingkan antara kelebihan dengan kekurangannya, masih jauh lebih menguntungkan. Hal itu dikarenakan, di samping pembelajaran bisa diatur juga adanya variasi yang indah bagi siswa dan guru dalam penggunaan sistem pembelajaran sehari-hari. Sementara kekurangan seperti yang disampaikan di atas tidak sulit untuk mengatasi, karena kelemahan tersebut tidak terlalu bermakna.
Penggunaan media audiovisual berupa komputer merupakan suatu cara yang sangat baik dalam meningkatkan pembelajaran sebagai metode alternatif di samping pemberian pembelajaran dengan metode ceramah dan cara belajar siswa aktif (CBSA). Di samping itu, penggunaan komputer sebagai media perantara pendidikan ini sangat menarik, karena suasana dalam penyampaian suatu materi pendidikan akan menjadi lebih hidup dan dinamis. Penggunaan komputer juga merupakan kreasi seni dalam pembelajaran, karena dengan menggunakan media audiovisual ini, akan dapat memotivasi siswa untuk lebih bergairah dalam belajar, menambah gaya tarik karena dapat menimbulkan daya fantasi pada siswa, serta tidak membosankan.
Jadi berdasarkan uraian di atas, penggunaan media audiovisual sangatlah cocok diterapkan dalam semua bidang studi, baik dari tingkat Sekolah Dasar maupun sampai Perguruan Tinggi. Tentunya teknologi ini dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya guna sesuai dengan fungsinya, khususnya dalam dunia pendidikan.

KETERAMPILAN MENULIS

Keterampilan Menulis

Dalam proses pembelajaran, harus disadari agar siswa memiliki kemampuan berbahasa dan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatif, baik dalam menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis.
Sehubungan dengan kemampuan siswa di bidang menulis, yang dalam hal ini menulis karangan, Menurut Tarigan (1985:3), “Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain”. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif, jadi penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.
Akhadiah (1996:3) menyatakan bahwa “Menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.” Tulisan yang baik dapat dilakukan dengan memiliki tiga keterampilan dasar yaitu:
1. Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa merupakan keterampilan yang paling penting dimana menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa, merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bahasa tertulis. Keterampilan berbahasa yang diperlukan penulis mencakup keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata dan menggunakan kalimat efektif. Dengan memiliki keterampilan ini ada kemungkinan seseorang dapat menulis dengan lancar.
2. Keterampilan Penyajian
Keterampilan penyajian yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi subpokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan subpokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis. Dengan adanya keterampilan ini memungkinkan tulisan dapat diikuti oleh pembaca dengan mudah. Bila keterampilan penyajian tidak dimiliki, besar kemungkinan gagasan tulisan yang dihasilkan tidak dapat diterima dengan baik dan mudah oleh pembaca, bahkan besar pula kemungkinan gagasan yang disajikan menjadi bolak-balik tidak karuan.
3. Keterampilan Perwajahan
Keterampilan perwajahan yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, seperti pemilihan format, pemilihan ukuran kertas, tipe huruf, penjilidan, penyusunan tabel dan lain-lain. Keterampilan ini perlu karena dapat mendukung kesempurnaan serta kerapian tulisan.
Dilihat dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga keterampilan tersebut merupakan keterampilan yang saling menunjang atau isi-mengisi. Seorang penulis yang tidak memiliki keterampilan itu dengan sendirinya akan mengalami kesukaran dalam menghasilkan suatu tulisan yang baik dan menarik.
Memperdayakan siswa untuk mampu menulis atau mengarang diperlukan pendekatan yang komunikatif dengan menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang harus dibina kemampuan komunikasinya, baik komunikasi secara formal maupun nonformal. Hal ini bisa dimungkinkan apabila diberikan latihan lebih banyak sebagai pengejawantahan teori yang sudah dibekali selama proses belajar mengajar. Hal yang berulang-ulang akan menghasilkan kemampuan melakukan sesuatu.
Dengan rutinitas kegiatan menulis dalam pembelajaran tersebut, kemampuan individu maupun kelompok bisa ditingkatkan. Kebiasaan mengungkapkan ide, perasaan, atau sekedar berimajinasi dengan sarana tulisan, bahasa Indonesia dipandang sebagai daya upaya meningkatkan kemampuan dan dimungkinkan untuk lebih terampilnya berbahasa tulis khususnya dalam hal mengarang. Kemampuan mengarang dalam hal ini adalah bagaimana isi dari karangan tersebut, apakah dalam pemakaian kata, kalimat, kohesi dan koherensinya, maupun keindahan isi dalam karangan tersebut.
Linguistik memiliki tataran bahasa yang lebih luas dari kalimat (rentetan kalimat-paragraf) yang disebut wacana. Istilah wacana muncul sekitar tahun 1970-an di Indonesia. Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa, “Wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya, membentuk kesatuan informasi.”
Para ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam hal satuan bahasa yang terlengkap (utuh) tetapi dalam hal lain ada perbedaannya. Perbedaannya terletak pada wacana sebagai unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dengan amanat yang lengkap dan dengan koherensi serta kohesi tinggi. Wacana yang utuh harus dipertimbangkan dari segi kohesi dan koherensi.
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren, kohesi merujuk pada perpautan bentuk sedangkan koherensi pada perpautan makna (Dardjowidjojo, 1988:46).
Wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat (Depdikbud, 1988:34).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir, yang nyata, yang disampaikan secara lisan atau tertulis.
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu, “perbedaan kemampuan membuat karangan deskripsi antara siswa yang menggunakan media audiovisual dengan yang tidak menggunakan media audiovisual pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan Nasional Tabanan tahun pelajaran 2006/2007, maka dalam hal ini karangan sangat perlu dibicarakan. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti uraikan sebagai berikut.

1. Pengertian Mengarang
Mengarang selalu berhubungan dengan bahasa. Hanya bahasa satu-satunya rumusan untuk mengarang. Itu sebabnya kacakapan menggunakan bahasa merupakan bekal utama dalam kegiatan mengarang. Dalam komunikasi sehari-hari kita memerlukan sebagai medium, karena dapat memberikan kemungkinan arti yang sangat luas, apabila dibandingkan dengan cara-cara lain. Di sekolah diberikan modal pengetahuan bahasa, bahkan dilatih pula untuk menggunakannya dalam kegiatan menuli. Semua itu merupakan modal yang sangat berharga, dan modal itu harus dikembangkan lebih lanjut dalam kehidupan berbahasa yang sesungguhnya. Dalam masyarakat, mengarang tidak hanya dituntut pengetahuan teori saja, melainkan prakteknya dalam tulis menulis.
Pada prinsipnya fungsi mengarang adalah sebagai alat komunikasi segala gagasan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Di samping itu, karangan dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap, memecahkan masalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pangalaman (Tarigan, 1985:3).
Mengingat pentingnya kegiatan mengarang, maka akan dikemukakan pendapat beberapa ahli bahasa mengenai batasan mengarang, diantaranya sebagai berikut.
Menurut Azhar (1985:19) menyatakan bahwa, “mengarang itu sesungguhnya tidak lain dari pada mengorganisasikan ide dan perasaan atau pikiran dengan tertulis. Oleh karena itu, ide-ide yang ingin disampikan harus dirangkaikan secara logis dan sistematis.”
Pendapat lain menyatakan, mengarang adalah, “kemampuan melahirkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan” (Burhan, 1971:200).
Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa mengarang itu sesunguhnya tidak lain daripada menuangkan gagasan atau ide lewat karya tulis. Apa yang ingin dituangkan dalam bentuk tulisan itu, semuanya sudah ada dalam pikiran pengarang atau penulis, hanya saja tinggal menghubungkannya dengan peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Jadi, mengarang itu sesuangguhnya tidak lain dari kemampuan seseorang untuk melahirkan ide yang ingin disampaikan kepada orang lain melalui tulisan.
2. Jenis Karangan
Keraf (1980:104) menguraikan jenis-jenis karangan sebagai berikut: “(1) karangan argumentasi, (2) karangan eksposisi, (3) karangan persuasi, (4) karangan deskripsi, dan (5) karangan narasi”
Sedangkan Nafiah (1981:65) menguraikan jenis-jenis karangan, yaitu: “(1) karangan cerita atau narasi, (2) lukisan atau deskripsi, (3) laporan atau eksposisi, dan (4) argumentasi dan persuasi.”
Kalau diperhatikan pendapat-pendapat dari para ahli tersebut, pada prinsipnya sama. Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan satu persatu pendapat dari Keraf sebagai berikut.
(1) Karangan Argumentasi
Karangan argumentasi adalah “karangan yang tujuannya meyakinkan pembaca, mengajak bahkan mempengaruhi pembaca agar mau berbuat sesuatu seperti kemauan penulis” (Suparmi, 1986:94).
Keraf (1985:3) menyatakan, karangan argumentasi adalah “suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan penulis atau pengarang.”
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, karangan argumentasi adalah usaha yang kita lakukan untuk mempengaruhi orang lain, agar mereka mau bertindak sesuai dengan yang kita kehendaki.

(2) Karangan Eksposisi
Nafiah (1981:73) menyatakan, “karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha menerangkan suatu hal atau gagasan kepada pembaca atau pendengar”.
Sedangkan Keraf (1985:3) mengatakan bahwa “karangan eksposisi adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan sesuatu pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut”.
Sehubungan dengan hal ini jelaslah bahwa karangan eksposisi berusaha untuk memperluas pandangan seseorang terhadap suatu objek yang digarapnya. Karena melalui eksposisi seseorang akan mempunyai pengetahuan dan cara berpikir yang luas.
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau pendengar terhadap objek yang digarapnya.
(3) Karangan Persuasi
Pengertian karangan persuasi menurut Keraf dalam bukunya “Argumentasi dan Narasi” mengemukakan sebagai berikut.
Karangan persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai persetujuan atau kesesuaian kehendak pembicara dan yang diajak bicara, merupakan proses untuk meyakinkan orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan pembicara atau penulis (1985:120).

Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (1985:108) menyatakan: “Tulisan persuasi adalah tulisan yang dapat menarik pembaca, yang dapat menarik minat dan dapat meyakinkan pendengar atau pembaca bahwa pengalaman membaca merupakan suatu hal yang sangat penting.”
Dari beberapa pendapat di atas, jelaslah karangan persuasi adalah karangan yang berusaha untuk mengajak atau membujuk pembaca agar mau berbuat sesuai dengan keinginan pengarang atau penulis.
(4) Karangan Deskripsi
Karangan deskripsi memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia sehari-hari, karena setiap saat dalam hidup ini seseorang selalu berusaha untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sejelas-jelasnya. Sehingga orang lain seolah mendengar, merasakan, dan melihat secara langsung yang dideskripsikan.
Penggambaran sesuatu dalam karangan deskripsi memerlukan kecermatan pengamatan dan ketelitian penulis yang kemudian dituangkan oleh penulis dengan menggunakan kata-kata yang kaya dengan akan nuasa dan bentuk. Dengan kata lain, penulis harus sanggup mengembangkan suatu objek dalam rangkaian kata-kata yang penuh arti dan kekuatan sehingga pembaca dapat menerimanya seolah-olah melihat, mendengar, merasakan, menikmati sendiri objek itu.
Keraf (1980:93) berpendapat, “Karangan deskripsi adalah sebuah karangan yang bertalian dengan usaha-usaha para pengarang untuk memberikan perincian dari objek yang sedang dibicarakan.”
Suparni menyatakan sebagai berikut.
Karangan deskripsi adalah jenis karangan yang didalamnya melukiskan suatu situasi atau keadaan dengan kata-kata sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan sendiri objek yang dilukiskan dalam deskripsi itu (1986:92).

Berpijak dari beberapa pendapat di atas, pada prinsipnya pendapat tersebut tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karangan yang bercorak prosa deskripsi merupakan jenis karangan yang menuntut penulisnya mampu melukiskan hal, suasana, peristiwa, sehingga penikmat ikut merasakan, atau paling tidak mampu menginterprestasikan dan mampu menangkap apa yang dilukiskan oleh penulis. Karangan deskripsi digunakan untuk membangkitkan impresi atau kesan tentang objek yang diwacanakan karangan itu. Untuk membangkitkan kesan yang diinginkan karangan prosa deskripsi harus mampu mempengaruhi sensitivitas dan imajinasi pembacanya. Apa yang dilihat, disaksikan atau didengar oleh penulis dapat dirasakan dan dibayangkan oleh pembaca.
Keraf (1980:104) mengatakan bahwa dalam menyusun karangan deskripsi ada tiga pendekatan yaitu: “(a) pendekatan yang realitas, (b) pendekatan yang impresionistis, dan (c) pendekatan sikap penulis.”
Agar mendapat gambaran yang jelas, pendekatan-pendekatan tersebut diuraikan satu-persatu di bawah ini.
a. Pendekatan yang realistis
Dalam pendekatan yang realistis ini, penulis berusaha agar deskripsi yang dibuat terhadap objek yang tengah diminatinya itu, harus dapat dilukiskan seobjektif mungkin sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya.
b. Pendekatan yang impresionistis
Pendekatan yang impresionistis adalah suatu pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif atau sesuai dengan interpretasi pengarang.
c. Pendekatan menurut sikap penulis
Cara pendekatan ini dapat digunakan bagaimana sikap penulis atau pengarang terhadap objek yang dideskripsikan tersebut. Misalnya: acuh tak acuh, bersungguh-sungguh, dan cermat.

(5) Karangan Narasi
Keraf menyebutkan sebagai berikut.
Karangan narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Atau dengan kata lain, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (1985:136).

Pada perinsipnya karangan narasi adalah jenis karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian yang biasanya disusun menurut suatu kesatuan waktu. Karangan narasi menguraikan atau menceritakan sesuatu yang dimaksud dari hal yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya (dari hal yang terdahulu sampai hal yang terakhir).

APA ITU BERITA ?

BERITA


Untuk lebih jelas mengetahui tentang berita, maka akan diuraikan sebagai berikut: (1) pengertian berita, (2) syarat-syarat berita, (3) sumber berita, (4) perolehan bahan berita, (5) struktur berita, (6) bentuk teras berita, dan (7) ragam tulisan berita.


Pengertian Berita

“Berita adalah laporan tercatat mengenai informasi berbentuk fakta atau opini yang dianggap penting dan menarik serta telah diteliti secara cermat, sehingga berguna bagi banyak orang” (Basuni, 2003:13).

Berita adalah hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial yang terdapat dalam kehidupan. Itulah sebabnya ada orang yang beranggapan bahwa penulisan berita lebih merupakan pekerjaan merekonstruksikan realitas sosial ketimbang gambaran dari realitas itu sendiri (http://aliefnews.wordpress.com/2008/01/ 11/konsep-dasar-berita/).

Syarat-syarat Berita

Basuni (2003:13) menyatakan bahwa, “Tidaklah semua fakta peristiwa atau pendapat yang didapatkan layak dimuat dalam surat kabar ataupun majalah. Untuk itu perlu dilakukan seleksi.”

Syarat-syarat berita menurut Basuni (2003:13), yaitu: (1) benar terjadi, (2) aktual, (3) lengkap, (4) apa adanya, (5) tersusun baik, dan (6) baik.

2.3.2.1 Benar Terjadi

Isi berita haruslah sesuatu yang didasarkan atas fakta dan bukan fakta yang dibuat-buat oleh wartawan. Fakta diartikan dengan segala sesuatu yang benar-benar terjadi atau kejadian. Jadi, fakta itu harus benar-benar merupakan sesuatu yang terlihat atau terdengar oleh pembuat berita.


2.3.2.2 Aktual

Jarak antara terjadinya peristiwa ataupun suatu pendapat diucapkan dengan saat diturunkannya berita itu, hendaklah secepatnya. Bila memungkinkan peristiwa hari ini harus ditulis atau disiarkan hari ini juga sebab bila lewat beberapa hari saja, terutama berita peristiwa, dinilai aktualitasnya sudah menjadi basi.

2.3.2.3 Lengkap

Kelengkapan bahan dari apa yang diberitakannya perlu dalam menyusun suatu berita, agar beritanya lengkap dan pembacanya pun bisa mengetahui secara lengkap.

2.3.2.4 Apa Adanya

Apa yang dilihat dan didengar itulah yang ditulis oleh seorang wartawan. Tulisan merupakan pemaparan dan penguraian peristiwa atau pendapat. Seorang wartawan tidak boleh menambahkannya karena bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

2.3.2.5 Tersusun Baik

Berita itu hendaklah tersusun dengan baik, sehingga menarik perhatian pembaca dan memudahkan mereka untuk memahaminya secara benar. Kalimat tidak boleh bertele-tele.

2.3.2.6 Menarik

Berita yang disajikan haruslah berisi peristiwa atau pendapat yang memang menarik perhatian sebagian besar pembaca. Berita yang menarik itu biasanya sesuatu yang aneh, yang luar biasa ataupun sesuatu yang belum pernah terjadi.

Sumber Berita

Untuk mendapatkan bahan-bahan berita yang kemudian ditulis menjadi berita dan memahami persyaratan berita, sudah tentu ada sumbernya. Basuni (2003:15) menyatakan bahwa “Pada dasarnya sumber berita itu ada dua yakni: (1) peristiwa dan (2) manusia.”

2.3.3.1 Peristiwa

Peristiwa dijadikan sumber berita, maksudnya adalah segala kegiatan atau kejadian yang dapat dijadikan sumber untuk diinformasikan atau disiarkan dan peristiwa itu menyangkut orang banyak.

Misalnya :

Peristiwa tabrakan bus antarkota dengan kereta api yang membawa korban jiwa, peristiwa perampokan dan pembunuhan, peristiwa olah raga, dan lain sebagainya.

2.3.3.2 Manusia

Biasanya manusia diartikan sebagai sumber berita, karena dapat memberikan keterangan atau pendapat yang menyangkut kepentingan orang banyak, baik itu dari segi sosial, politik, budaya, pendidikan, agama, ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, juga karena keterlibatan langsung manusia di dalam peristiwa itu.

Misalnya :

Sebagai korban dalam peristiwa tabrakan, peristiwa perampokan, sebagai oknum yang terlibat korupsi disuatu instansi, dan sebagainya.

Perolehan Bahan Berita

Untuk memperoleh berita dari sumber-sumber berita, seorang wartawan akan menempuh berbagai cara yang telah dikuasainya. Dalam hal perolehan bahan berita memerlukan kejelian dan kecermatan wartawan. Seorang wartawan bekerja dalam situasi persaingan dengan wartawan dari media lain. Oleh karena itu, diperlukan kegesitan dari dirinya. Adapun cara untuk memperoleh suatu berita menurut Basuni (2003:15) sebagai berikut.

2.3.4.1 Observasi

Usaha ini bisa lewat observasi langsung dan observasi tidak langsung. Untuk cara pertama wartawan akan melihat, mengamati, dan menyaksikan langsung dengan indera mata pada saat-saat terjadinya peristiwa, seperti peristiwa kebakaran, domonstrasi kelompok buruh, pertandingan sepak bola, dan sebagainya.

Sedangkan untuk cara yang kedua wartawan cukup mendengarkan keterangan dari saksi mata atas suatu kejadian, peristiwa atau keterangan dari orang-orang yang terlibat secara langsung sebagai pengakuan, keluhan, tuntutan, dan sebagainya.

2.3.4.2 Wawancara

Perolehan bahan berita dengan cara wawancara (tanya jawab) ini dilakukan terhadap orang yang punya hubungan dengan suatu peristiwa. Untuk meminta keterangan, sama dengan observasi tidak langsung, karena wartawan juga mengadakan tanya jawab, seperti wawancara terhadap seorang tokoh politik atau artis sinetron yang dimintai pendapat tentang suatu hal yang berkaitan dengan profesinya.

2.3.4.3 Konferensi Pers

Cara mendapatkan berita melalui konferensi pers biasanya wartawan mendapat undangan untuk mendengarkan keterangan dari seseorang (biasanya pejabat pemerintahan atau pimpinan suatu organisasi), sebagai pihak yang mewakili suatu lembaga atau organisasi.

Struktur Berita

Menulis suatu berita memiliki struktur tersendiri. Caranya tidak seperti menulis surat cinta atau menulis surat kepada orang tua, tetapi disusun sedemikian rupa untuk memudahkan para pembaca memahami secara mudah dan benar. Sebuah berita yang akan ditulis oleh seorang wartawan harus mengikuti pola-pola tertentu agar berita itu mudah dibaca dan cepat dapat dipahami pembaca.

Basuni (2003:18) menyatakan bahwa berita memiliki struktur seperti pola piramida terbalik, yaitu menempatkan hal paling penting pada awal berita dari bahan berita yang diperoleh, kemudian fakta-fakta penting lainnya, selanjutnya fakta yang kurang penting ditempatkan di bawah. Struktur pola piramida terbalik dapat digambarkan sebagai berikut.

Pola Piramida Terbalik

Judul

Date Line

Teras Berita




Tubuh Berita




Tambahan

2.3.5.1 Judul Berita

Kepala berita (headline) berfungsi untuk memperkenalkan isi berita yang akan ditulis. Judul ini hendaknya mencerminkan isi berita. Judul berita juga berfungsi untuk menarik minat pembaca terutama karena judul hurufnya dibuat lebih besar dibandingkan isi berita atau sub judul. Judul juga dibuat lebih merangsang dan memacu rasa ingin tahu pembaca.

2.3.5.2 Date line

Date Line merupakan keterangan sebagai petunjuk tentang tempat kejadian (nama kota) dan waktu penyusunan berita.

2.3.5.3 Teras Berita

Biasanya dinamakan Lead, yaitu alinea pertama dalam sebuah berita yang merupakan inti terpenting dari keseluruhan isi berita yang disajikan. Teras berita adalah jantung dari suatu berita atau cerita. Suatu berita yang disusun seperti piramida terbalik, bagian atas (alenia pertama) berisi bagian berita yang paling penting. Bagian terpenting sebagai alenia pertama untuk menarik perhatian pembaca yang mencakup unsur 5W + 1H, yaitu unsur what (apa), who (siapa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Teras berita yang baik haruslah mampu menyajikan fakta penting yang diberikan dan dapat pula menarik minat pembaca untuk dapat membaca lebih jauh.

2.3.5.4 Tubuh Berita

Tubuh (body) berita berisikan pemaparan masalah, penjelasan-penjelasan lebih lanjut dari apa yang telah disebutkan dalam teras berita. Pada tubuh berita inilah terdapat uraian yang lebih terperinci mengenai isi berita yang disusun berdasarkan urutan terpenting, penting, kurang penting, tidak penting. Penggunaan bahasa dan tata bahasa harus tepat, sesuai denga ejaan yang berlaku dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah ketatabahasaan. Demikian juga dengan penggunaan bahasa yang hemat atau efektif serta gaya penulisan yang hidup, bermakna serta mempunyai makna dan imajinasi, sehingga laporan berita yang disajikan tidak membosankan.

2.3.5.5 Tambahan

Pada akhir berita setelah yang tidak penting pada tubuh berita tersebut, ditambahkan pula dengan hal-hal yang masih ada hubungannya dengan keseluruhan isi berita. Bagian ini biasanya disebut sebagai bagian pelengkap atau ekor. Bagian pelengkap dapat dipotong (disunting) kalau mengganggu tata letak atau waktu yang disediakan dalam berita sebuah radio.

Bentuk Teras Berita

Seperti penjelasan di atas, teras berita (lead) adalah kalimat pembuka atau alinea pertama dari sebuah berita yang diambil dari bagian paling penting dari keseluruhan fakta yang ada.

Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pembaca dapat memperoleh gambaran atau pengertian umum tentang isi berita, walaupun ia tidak dapat membaca berita itu secara keseluruhan.

Menurut jenisnya, teras berita atau lead berita dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) formal lead, dan (2) informal lead (Basuni, 2003:23).

2.3.6.1 Formal Lead

Formal lead mengandung unsur berita lengkap, yaitu unsur 5W + 1H yang terdiri dari :

1. What : Apa ?

2. Who : Siapa ?

3. Where : Di mana ?

4. When : Kapan ?

5. Why : Mengapa ?

6. How : Bagaimana ?

Misalnya :

Tentara Irak, kemarin, melakukan pemboman di bagian tengah kota Teheran, menggunakan pesawat Panthom yang menewaskan tiga penduduk sipil, sebagai balasan terhadap serangan Irak, dua hari sebelumnya.

Dengan memperhatikan unsur 5W + 1H dapat dijelaskan sebagai berikut.

What/Apa ? : Pemboman

Who/Siapa ? : Tentara Irak

Where/Dimana ? : Di bagian tengah kota Teheran

When/Kapan ? : Kemarin

Why/Mengapa ? : Pembalasan terhadap serangan Irak

How/Bagaimana ? : Menewaskan tiga penduduk sipil

2.3.6.2 Informal Lead

Informal lead mengandung unsur 5W + 1H (minus), artinya salah satu dari dua unsur berita tidak ada dalam Lead berita.

Misalnya :

Banjir melanda sebagian besar kota Jakarta akibat hujan yang turun selama lima jam lebih, minggu sore.

Dengan memperhatikan unsur 5W + 1H (minus) dapat dijelaskan sebagai berikut.

What/Apa ? : Banjir

Who/Siapa ? : ..........

Where/Dimana ? : Di sebagian besar kota Jakarta

When/Kapan ? : Minggu sore

Why/Mengapa ? : Hujan yang turun selama lima jam lebih

How/Bagaimana ? : ..........

Jumlah unsur kelengkapan suatu berita tidak mutlak harus enam, tetapi bisa juga terdiri dari empat unsur. Kalau diperhatikan berita di surat kabar, tidak semua berita mengandung jawaban terhadap enam unsur kelengkapan berita. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan karena pembaca diperkirakan sudah mengetahui berita yang dibaca. Selain itu, tempat memuat berita di halaman surat kabar terbatas.

Kalau semua berita yang mengandung semua jawaban terhadap enam unsur kelengkapan berita dan perinciannya dimuat, maka yang dapat dimuat surat kabar tiap terbit hanya beberapa berita saja. Sedangkan tiap hari tersedia ratusan naskah berita yang diketahui pembaca. Karena itu, redaksi lebih duhulu memilih beberapa naskah berita yang paling penting yang akan disusun selengkap-lengkapnya. Naskah berita lainnya diolah dengan memuat bagian-bagian yang paling penting saja.

Rumusan tersebut di atas terdiri dari enam pertanyaan yang merupakan satu kesatuan dan selalu timbul dalam diri manusia dalam menghadapi setiap persoalan. Rangkaian pertanyaan ini didorong oleh naluri ingin tahu setiap manusia. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

1) Unsur Apa (What)

Unsur “Apa” merupakan suatu pertanyaan yang menghendaki jawaban mengenai sesuatu hal atau suatu peristiwa yang sudah, sedang, atau akan terjadi. Pertanyaan “Apa” bisa berupa :

a. Apa itu? Mengharapkan jawaban mengenai suatu benda mati atau benda hidup.

b. Ada apa? Mengharapkan jawaban mengenai suatu hal.

c. Apa yang terjadi? Mengharapkan jawaban mengenai peristiwa.

d. Apa lagi? Mengharapkan jawaban mengenai kelengkapan fakta.

e. Apa kabar? Mengharapkan jawaban mengenai keterangan.

f. Apa benar? Mengharapkan jawaban mengenai kepastian fakta.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut timbul karena manusia tidak mengetahui, ragu, atau sangsi dan ia ingin mendapat kepastian. Manusia perlu mengetahui seluruh peristiwa atau pendapat selengkap-lengkapnya supaya ia dapat memahami peristiwa atau pendapat tersebut sebagai apa adanya.

2) Unsur Siapa (Who)

Unsur “Siapa” merupakan suatu pertanyaan yang mengharapkan jawaban mengenai seseorang atau sesama manusia. Pertanyaan “siapa” bisa berupa :

a. Siapa itu? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang yang dimaksud.

b. Siapa yang mengatakan? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang yang mengemukakan pendapat.

c. Siapa yang melakukan? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang yang melakukan sesuatu peristiwa atau hal.

d. Siapa yang menikah? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang yang mengalami peristiwa tersebut.

e. Siapa yang menjadi korban? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang yang terkena musibah akibat suatu peristiwa.

f. Anak siapa? Mengharapkan jawaban mengenai nama orang tua dari seseorang.

g. Mobil siapa? Mangharapkan jawaban nama pemilik mobil.

Naluri ingin tahu terhadap sesama manusia lebih kuat dari pada naluri ingin tahu mengenai benda, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Karena naluri ingin tahu mengenai manusia bekerja bersama-sama dengan naluri sosial, yaitu naluri yang mendorong manusia untuk berhubungan dengan manusia lain.

Unsur “apa” dan “siapa”, merupakan unsur utama dari enam unsur kelengkapan berita. Salah satu dari dua unsur ini harus ada, supaya berita yang disusun mempunyai makna. Empat unsur lain hanya mengandung penjelasan mengenai apa dan siapa yang diberitakan.

3) Unsur Di mana (Where)

Unsur “di mana” merupakan suatu pertanyaan yang mengharapkan jawaban mengenai tempat. Semua makhluk Tuhan berada di dalam ruang yang luas, yakni alam semesta, seperti di atas permukaan bumi, di dalam perut bumi, dan di luar angkasa. Setiap makhluk menempati ruang tertentu. Ada yang menempati ruang yang tetap karena tidak bergerak menurut kehendaknya sendiri seperti tumbuh-tumbuhan. Ada pula yang tempatnya berganti-ganti karena ia bergerak bukan atas kehendaknya sendiri tetapi oleh keadaan alam, baik atas kehendaknya sendiri maupun karena terpaksa, seperti manusia, binatang, dan sebagainya.

4) Unsur Kapan (When)

Unsur “kapan” merupakan suatu pertanyaan yang menghendaki jawaban mengenai waktu. Untuk menentukan titik waktu atau jangka waktu tertentu, manusia setuju menetapkan ukuran yang sama, yaitu abad, windu, tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, dan detik. Mengenai peristiwa bersejarah, manusia ingin mengetahui waktu yang tepat sampai menit terjadinya suatu peristiwa.

Contoh :

Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Bung Karno membaca naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia pukul 10.00 WIB hari jumat, tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945.

5) Unsur Mengapa (Why)

Unsur “Mengapa” atau “kenapa” merupakan suatu pertanyaan yang menghendaki jawaban sebab tejadinya suatu hal atau peristiwa.

Contoh :

a. Rumah Pak Made di dekat bukit tertimbun tanah. Mengapa? Apa sebabnya?

b. Tangan Pak Made Patah. Mengapa? Apa sebabnya?

Pertanyaan mengapa menghendaki jawaban yang mengandung penjelasan mengenai sebab terjadinya sesuatu. Jawaban terhadap pertanyaan di atas adalah :

a. Hujan yang berkepanjangan membuat tanah longsor di atas rumah Pak Made.

b. Salah satu beton rumah menimpa tangan Pak Made, sehingga tulang tangan Pak Made patah.

6) Unsur Bagaimana (How)

Unsur “bagaimana” merupakan suatu pertanyaan yang mengharapkan jawaban mengenai :

a. Proses terjadinya sebab yang mengakibatkan sesuatu peristiwa.

b. Proses berlangsungnya peristiwa tersebut.

c. Akibat dari peristiwa tersebut.

Setiap peristiwa dapat dibagi dalam tiga tahap menurut hukum sebab akibat, yaitu : (1) Tahap I yang merupakan tahap sebelum terjadi suatu peristiwa. Dalam tahap ini terjadi suatu proses yang menghasilkan (mengakibatkan) sebab terjadinya peristiwa. (2) Tahap II yang merupakan tahap selama peristiwa berlangsung. Dalam tahap ini terjadi proses berlangsungnya suatu peristiwa. (3) Tahap III yang merupakan tahap sesudah peristiwa terjadi. Dalam tahap ini timbul persoalan mengenai akibat suatu peristiwa

Ragam Tulisan Berita

Bahan berita yang berhasil dikumpulkan, dapat disusun menjadi sebuah berita. Berita yang akan ditulis perlu memperhatikan atau diketahui tentang macam-macam atau ragam tulisan berita yang disesuaikan dengan bentuk faktanya. Berdasarkan sifat faktanya ragam tulisan berita meliputi: (1) berita fakta peristiwa, (2) berita fakta pendapat, (3) berita fakta peristiwa tambah pendapat, (4) berita investigasi, dan (5) reportase (Basuni, 2003:26). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan satu persatu sebagai berikut.

2.3.7.1 Berita Fakta Peristiwa

Isi berita fakta peristiwa yang dimaksud harus benar-benar fakta dari suatu peristiwa yang disajikan. Tapi bahan penulisan fakta peristiwa, bisa juga wartawan tidak melihat langsung, hanya dituturkan oleh orang lain atau saksi mata lainnya. Walaupun demikian, pada waktu menulis berita, haruslah sebuah fakta atau sesuatu yang benar-benar terjadi.

2.3.7.2 Berita Fakta Pendapat

Berita ini merupakan salah satu macam berita yang digunakan oleh wartawan untuk menulis suatu fakta tentang pendapat, ide ataupun gagasan dari seseorang (tokoh politikus, seorang ekonom, budayawan dan lain-lain). Wartawan hanya menulis apa adanya dari seorang komunikator. Wartawan hanya sebagai mediator saja.

2.3.7.3 Berita Fakta Peristiwa Tambah Pendapat

Berita ini haruslah mengandung unsur dari suatu peristiwa sebagaimana faktanya yang disaksikan wartawan kemudian ditambahkan dengan pendapat atau keterangan dari orang lain mengenai suatu peristiwa. Pendapat dari seseorang ini berfungsi untuk mendukung fakta peristiwa yang dijadikan berita.

2.3.7.4 Berita Investigasi

Berita investigasi berupaya mengungkapkan keburukan yang fakta-faktanya ditutup-tutupi oleh yang punya kekuasaan. Berita penggalian ini memerlukan keberanian wartawan untuk menjadi setengah Intelejen untuk menyelidiki sumber informasi atau dokumen-dokumen rahasia, guna membongkar sebuah kasus, misalnya kasus korupsi, penyelundupan, dan kasus yang lainnya.

2.3.7.5 Reportase

Reportase adalah berita laporan. Penulisan reportase biasanya cukup panjang, karena isinya bersifat melaporkan sesuatu, baik yang berupa peristiwa, pendapat atau juga hal-hal lain yang layak dijadikan laporan khusus dan cukup penting untuk diketahui pembaca.

Dalam membuat reportase wartawan menggunakan bahasa bertutur atau bercerita. Misalnya, reportase mengenai perjalanan ke luar negeri bersama rombongan presiden.

Dari ragam tulisan berita tersebut di atas, menurut Basuni (2003:28), masih ada dalam Jurnalistik, tulisan opini atau pendapat yang bisa dimuat di halaman surat kabat. Tulisan tulisan tersebut, seperti: (1) artikel, (2) feature, (3) tajuk rencana, (4) resensi, (5) kolom, dan (6) pojok.

1. Artikel (Tulisan Ilmiah Populer)

Tulisan artikel adalah sebentuk karya tulis yang memuat gagasan, pendapat dari seorang penulis. Karya tulis ini bersifat ilmiah populer, artinya bersifat ilmiah tapi mudah dimengerti.

2. Feature

Tulisan feature biasanya disebut berita kisah atau karangan khas yang isinya tentang suatu peristiwa yang ditinjau dari sisi tertentu. Pembaca digiring emosinya dari awal tulisan sampai pada akhir tulisan dengan ketegangan yang berkelanjutan sampai pada klimaksnya.

3. Tajuk Rencana atau Editorial

Tulisan tajuk dibuat untuk mengekspresikan sikap dan suara redaksi surat kabar atau majalah yang berkaitan dengan masalah yang sedang hangat di tengah masyarakat.

4. Resensi

Tulisan dalam bentuk resensi mencoba menimbang atau memberi komentar atas hadirnya sebuah buku baru, film baru, lagu baru, lukisan baru, atau karya budaya lainnya.

5. Kolom

Tulisan kolom mirip dengan sebuah artikel, gaya tulisan kolom lebih longgar, tetapi tetap berbobot, kadang ada guyon tapi cerdas. Tema dalam tulisan kolom berisi kritik terhadap ketimpangan sosial.

6. Pojok

Tulisan pojok dalam surat kabar, berisi kalimat-kalimat pendek yang biasanya ditulis di halaman pojok. Tulisan ini berisi tentang kalimat “ceplas-ceplos” pendek, lucu, satire dan menyentil tentang suatu berita yang sedang hangat.